Kebudayaan Suku Banjar Kalimantan Selatan



Kebudayaan Suku Banjar 
Kalimantan Selatan
 

-         Chyntia                         (11217358)
-         Aina Ulamardiyah        (10217366)
-         Anggie Irsa Apriani      (16217466)
-         Imelia Mukti                 (12217892)
-         Novia Ari .K                 (14217545)
-         Evelin Melyana             (17217185)


Fakultas Ekonomi
Menejemen 2017
Universitas Gunadarma







LATAR BELAKANG SUKU BANJAR KALIMANTAN SELATAN

Suku bangsa Banjar berasal dari daerah Banjar yang merupakan pembauran masyarakat DAS DAS Bahan, DAS Barito, DAS Martapura dan DAS Tabanio. Sungai Barito bagian hilir merupakan pusatnya suku Banjar. Kemunculan suku Banjar bukan hanya sebagai konsep etnis tetapi juga konsep politis, sosiologis, dan agamis.

Menurut Hikayat Banjar, dahulu kala penduduk pribumi Kalimantan Selatan belum terikat dengan satu kekuatan politik dan masing-masing puak masih menyebut dirinya berdasarkan asal Daerah Aliran Sungai misalnya orang batang Alai, orang batang Amandit, orang batang Tabalong, orang batang Balangan, orang batang Labuan Amas, dan sebagainya. Sebuah entitas politik yang bernama Negara Dipa terbentuk yang mempersatukan puak-puak yang mendiami semua daerah aliran sungai tersebut. Negara Dipa kemudian digantikan oleh Negara Daha. Semua penduduk Kalsel saat itu merupakan warga Kerajaan Negara Daha, sampai ketika seorang Pangeran dari Negara Daha mendirikan sebuah kerajaan di muara Sungai Barito yaitu Kesultanan Banjar. Dari sanalah nama Banjar berasal, yaitu dari nama Kampung Banjar yang terletak di muara Sungai Kuin, di tepi kanan sungai Barito.

Mitologi suku Dayak Meratus (Suku Bukit) menyatakan bahwa Suku Banjar (terutama Banjar Pahuluan) dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak beradik yaitu Si Ayuh/Datung Ayuh/Dayuhan/Sandayuhan yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Siwara/Bambang Basiwara yang menurunkan suku Banjar.

Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di kalangan orang Dayak Meratus. Banyak sekali tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah keberadaannya diceritakan berasal-usul dari aksi heroik Sandayuhan. Salah satu di antaranya adalah tebing batu berkepala tujuh, yang konon adalah penjelmaan dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang berhasil dikalahkannya dalam suatu kontak fisik yang sangat menentukan.

Suku bangsa Banjar terbentuk dari suku-suku Bukit, Maanyan, Lawangan dan Ngaju yang dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu yang berkembang sejak zaman Sriwijaya dan kebudayaan Jawa pada zaman Majapahit, dipersatukan oleh kerajaan yang beragama Buddha, Hindu dan terakhir Islam, dari kerajaan Banjar, sehingga menumbuhkan suku bangsa Banjar yang berbahasa Banjar. Suku bangsa Banjar terbagi menjadi tiga subsuku, yaitu :

1. (Banjar) Pahuluan

Banjar Pahuluan pada asasnya adalah penduduk daerah lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus.

2. (Banjar) Batang Banyu

Banjar Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara

3. Banjar (Kuala)

Sedangkan orang Banjar Kuala mendiami sekitar Banjarmasin dan Martapura.
Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang terbagi ke dalam dua dialek besar yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu (sebelum kesultanan Banjar dihapuskan pada tahun 1860) adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukota dipindahkan ke arah pedalaman (terakhir di Martapura), nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubah lagi.

Banjar Pahuluan

Sangat mungkin sekali pemeluk Islam sudah ada sebelumnya di sekitar keraton yang dibangun di Banjarmasin, tetapi pengislaman secara massal diduga terjadi setelah raja Pangeran Samudera yang kemudian dilantik menjadi Sultan Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan raja-raja. Perilaku raja ini diikuti elit ibukota, masing-masing tentu menjumpai penduduk pedalaman, yaitu Orang Bukit, yang dahulu diperkirakan mendiami lembah-lembah sungai yang sama.

Untuk kepentingan keamanan, atau karena memang ada ikatan kekerabatan, cikal bakal suku Banjar membentuk komplek pemukiman tersendiri. Komplek pemukiman cikal bakal suku Banjar (Pahuluan) yang pertama ini merupakan komplek pemukimanbubuhan, yang pada mulanya terdiri dari seorang tokoh yang berwibawa sebagai kepalanya, dan warga kerabatnya, dan mungkin ditambah dengan keluarga-keluarga lain yang bergabung dengannya. Model yang sama atau hampir sama juga terdapat pada masyarakat balai di kalangan masyarakat orang Bukit, yang pada asasnya masih berlaku sampai sekarang. Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus ini nampaknya wilayah pemukiman pertama masyarakat Banjar, dan di daerah inilah konsentrasi penduduk yang banyak sejak zaman kuno, dan daerah inilah yang dinamakan Pahuluan. Apa yang dikemukakan di atas menggambarkan terbentuknya masyarakat (Banjar) Pahuluan, yang tentu saja dengan kemungkinan adanya unsur orang Bukit ikut membentuknya.

Banjar Batang Banyu

Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbentuk diduga erat sekali berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Banjar, yang barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu sungai Tabalong. Sebagai warga yang berdiam di ibukota tentu merupakan kebanggaan tersendiri, sehingga menjadi kelompok penduduk yang terpisah. Daerah tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat tinggal tradisional dari Orang Maanyan (dan Orang Lawangan), sehingga diduga banyak yang ikut serta membentuk subsuku Banjar Batang Banyu, di samping tentu saja orang-orang asalPahuluan yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar. Bila di Pahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka banyak di antara penduduk Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.

Banjar Kuala

Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan Banjarmasin), sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan yang baru ini dan bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang sudah ada sebelumnya, membentuk subsuku Banjar. Di kawasan ini mereka berjumpa dengan orang Ngaju, yang seperti halnya dengan masyarakat Bukit dan masyarakat Maanyan serta Lawangan, banyak di antara mereka yang akhirnya melebur ke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam. Mereka yang bertempat tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau menamakan dirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota kuno yang terkemuka dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.


Unsur – Unsur Kebudayaan Suku Banjar


·        Sistem religi/ kepercayaan suku banjar

Suku Banjar merupakan penduduk asli sebagian wilayah propinsi Kalimantan Selatan.Mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam.Pengkategorian atas berbagai sistem kepercayaan yang ada ini dalam masyarakat Banjar sebagian berdasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang menganutnya.Dalam ungkapan lain, istilah Islam Banjar setara dengan istilah-istilah berikut: Islam di Tanah Banjar, Islam menurut pemahaman dan pengalaman masyarakat Banjar, Islam yang berperan dalam masyarakat dan budaya Banjar, atau istilah-istilah lain yang sejenis, tentunya dengan penekanan-penekanan tertentu yang bervariasi antara istilah yang satu dengan lainnya.
Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritual dan sistem upacara yang diajarkan Islam bukanlah satu-satunya sistem upacara yang dilakukan.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar menurut beberapa Sejarawan Banjar telah dibedakan menjadi tiga kategori.Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam.Kedua, kepercayaan yang berkaitan dengan struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu pada masa sultan-sultan dan sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam lingkungan, bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang biasa dinamakan sebagai aruh tahunan.Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan beragam tafsiran dari masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.kepercayaan.Untuk kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan.

·        Sistem kekerabatan suku banjar
Sistem kekerabatan suku Banjar pada umumnya adalah sama, untuk daerah seluruh Kalimantan Selatan. Suku Banjar mendasarkan kekerabatan mereka menurut garis dari keturunan ayah dan garis keturunan ibu atau bilateral.Tetapi di akui bahwa dalam hal-hal tertentu terutama yang menyangkut masalah kematian, perkawinan yang menjadi wali asbah adalah garis dari pihak ayah. Dalam hal masalah keluarga besar dan pengertian keluarga besar, maka berlaku garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu, keduanya diberlakukan sama.
Masyarakat suku Banjar mengenal istilah Bubuhan, yang dimaksud dengan istilah bubuhan dalam masyarakat Banjar adalah kelompok kekerabatan yang merupakan kumpulan dari keluarga batih yang merupakan satu kesatuan. Bubuhan ini yang menurut pengertian Sosiologi adalah keluarga besar, yaitu yang terdiri dari dua keluarga batih atau lebih yang masih mempunyai hubungan keturunan satu sama lain, baik menurut garis keturunan ayah atau ibu. Keluarga bubuhan, yang disebut keluarga besar, tetapi disebut pula keluarga luas.Dari perkawinan terbentuklah suatu kelompok kekerabatan yang sering disebut keluarga inti atau keluarga batih.Satu keluarga batih terdiri dari satu suami dan satu istri (atau lebih).Selama satu tahun tersebut, keluarga batih baru ini diberi kesempatan untuk mengerjakan sawah atau ladang sendiri dan orang tua istri, mereka selalu membantu kehidupan keluarga baru ini.Tetapi kalau keluarga baru ini belum mempunyai kemampuan hidup berpisah dari rumah keluarga istrinya, kecendrungan menetap dalam keluarga istri ini disebut matrilokal atau uksorilokal.Kalau ikut di keluarga pihak suami disebut patrilokal.Kalau mereka telah mempunyai kemampuan untuk hidup sendiri dan berpisah dari orang tua (dari istri atau suami) disebut neolokal.sistem kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di atas berpusat dari ULUN sebagai penyebutnya.
Bagi ULUN juga terdapat panggilan untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak, saudara kedua disebut Gulu, saudara berikutnya disebut Tuha, saudara tengah dari ayah dan ibu disebut Angah, dan yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman) dan Makacil (bibi), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk memanggil saudara dari kai dan nini sama saja, begitu pula untuk saudara datu.
Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri sendiri.Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata pian atau andika, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.

·        Sistem pencahariaan suku banjar
Orang Banjar dikenal dengan julukan masyarakat air (`the water people') karena adanya pasar terapung, tempat perdagangan hasil bumi dan kebutuhan hidup sehari-hari di sungai-sungai kota Banjarmasin, ibukota Propinsi Kalimantan Selatan.
Sebagian besar mereka hidup bertani dan menangkap ikan. Sekarang banyak pula yang bergerak dalam bidang perdagangan, transportasi, pertambangan, pembangunan, pendidikan, perbankan, atau menjadi pegawai negeri. Selain itu, mereka mempunyai keahlian menganyam dan membuat kerajinan permata yang diwariskan secara turun temurun. Upacara-upacara adat masih dipertahankan. Kekayaan alam dan kesuburan tanah tempat orang Banjar ternyata tidak otomatis meningkatkan taraf hidup mereka. Hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana transportasi (kondisi jalan dan angkutan) yang terbatas menyebabkan produk pertanian dan non pertanian mereka sulit untuk dipasarkan. Selain itu, kesulitan mendapat modal juga mengurangi ruang gerak mereka.
Melihat corak ekonominya, maka dapat dibagi menjadi beberapa sub bidang yaitu:
1. Pertanian
Kehidupan masyarakat Banjar tidak lepas dengan kehidupan agrarisnya, mengingat kebanyakan penduduk Kal-Sel menyandarkan pendapatannya dalam bidang ini, walaupun untuk usaha sampinganpun juga dilakukan apalagi bagi penduduk yang bertempat tinggal didataran rendah, dataran tinggi, rawa dan dekat sungai. Dalam hal istilah dalam bertani sendiri, masing-masing mempunyai kata tersendiri untuk menyebutkannya seperti:
a.      Khusus dataran tinggi, ada beberapa kriteria penyebutan seperti: Ladang Tegalan atau Bahuma Gunung
Biasanya dilakukan oleh masyarakat yang bermukim didaerah pegunungan seperti pengunungan meratus yang sistemnya masih menggunakan sistem tebang-bakar atau swidden (berpindah) yang menggunakan sistem siklus apabila lahan yang telah digunakan nantinya dapat kembali ditanami apabila telah menjadi belukar. Ini mungkin memerlukan waktu yang relative lama, tetapi karena telah menjadi kebiasaan maka nantinya tanah tersebut akan tetap diolah.
b.      Khusus dataran rendah, menyebutnya dengan istilah:
Sawah untuk membedakan antara pertanian dataran tinggi dan rendah dimana pada pertanian dataran rendah sendiri berada dialiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan Selatan, dibedakan menjadi:
1.      Sawah Tahun
Umur padinya sampai berumur 1 tahun, biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tersebar didaerah khusunya seluruh Kal-Sel.
2.      Bahuma Surung
Menanam bibit padi dilakukan pada saat musim kemarau tiba, dengan panennya saat musim hujan. Bahuma surung ini dilakukan Urang Banjar hanya sebagai penyeling Sawah Tahun, hingganya lahan tidak terlantar dan tidak akan menjadi lahan tidur.
3.      Bahuma Rintak
Kebalikan dari bahuma surung maka pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat musim penghujan, sedangkan panennya dilakukan pada saat kemarau.
4.      Bahuma Gadabung
Sama seperti pada sawah tahun, hanya saja dalam hal perbedaan penanaman bibitnya menyesuaikan dengan keadaan musim.Bahuma Gadabung sudah tidak dilakukan lagi mengingat musim yangb tidak menentu.
5.      Bahuma Penyambung
Mengingat kemungkinan musim hujan yang lama maka dilakukanlah bahuma penyambung ini agar tidak terjadi kegagalan panen pada saat musim yang tidak menentu.

2. Berkebun
Berkebun merupakan kegiatan masyarakat yang dilakukan di dataran rendah dan di dataran tinggi sesuai dengan geografis wilayahnya, usaha berkebun ini sebagai usaha jangka panjang yang dilakukan. Adapun berkebun yang dilakukan urang banjar diklasifikasikan menjadi:
1.      Kebun rumbia
Jenis perkebunan ini ditanam di dataran rendah yang dialiri sungai –sungai besar seperti sungai Bahan, Negara, dan sungai tapin. Hasil dari perkebunan ini adalah sagu, daunnya untuk atap, dan pelepahnya untuk membuat lampit, hati atau paya digunakan untuk makan ternak yaitu untuk pangan itik.Begitu bermanfaatnya rumbia sebagai usaha bidang perkebunan maka usaha ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Tapin.
2.      Kebun nyiur
Merupakan perkebunan kelapa yang berada didataran rendah yang biasanya ditanam diatas tanggul atau galangan dan parit-parit berupa jalur-jalur untuk membawa buah yang dipetik dengan cara menghayutkan buah kelapa tersebut di parit-parit.
3.      Kebun pisang
Pengusahaan Pohon pisang juga dilakukan didataran rendah, yang ditanam digalangan sawah.
4.      Kebun paring atau bamboo
Kebun paring banyak terdapat didaerah-daerah dataran tinggi yang kadang terlihat seperti hutan bamboo, karena jarak yang berdekatan. Bisanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kerajianan alat penangkapan ikan, dan anyaman bambu.
5.      Kebun hanau atau enau
Jenis pekebunan ini ditanam didaerah pegunungan dengan hawa sejuk, proses pengambilan sarinya disebut menyadap seperti pada karet. Hanau atau enau ini merupakan salah satu bahan baku untuk membuat gula merah atau gula habang.Dalam proses penyadapan, orangnya harus naik keatas pohon untuk mengambil sari atau nira dan diletakkan didalam bumbung atau sejenis batang pohon bambu yang besar untuk menyimpannya, setelah beberapa jam (saat nira telah habis menetes yang terkandung) maka bumbung yang telah berisi cairan enau tadi diambil dan disaring untuk memisahkan sari dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya, maka proses selanjutnya adalah perebusan sari sampai cairan tersebut mengental, untuk menghasilkan warana gula merah yang bagus (kekuning-kuningan) maka oleh sebagian orang diberi parutan kemiri secukupnya. Maka proses terakhir adalah penuangan sari kedalan cetakan khusus.
6.      Kebun karet
Hampir diseluruh pelosok Kalimantan-Selatan terdapat perkebunan karet, mengingat pengusahaan bidang ini dirasa sangat menguntungkan bagi orang yang mengusahakannya, khususnya adalah di daerah dataran tinggi seperti: Kabupaten Tanjung, Tabalong,HSU, HST, HSS dan Tapin yang mengusahakan lahannya untuk perkebunan karet. Secara umum penjualan hasil karet ini terdapat di daerah Tanjung.
7.      Kebun lurus
Diusahakan didataran tinggi, dan dimanfaatkan untuk usaha perkayuan, sebagai bahan baku meubel.
8.      Kebun buah-buahan bermusim
Untuk kebun buah-buahan bermusim seperti: rambutan, langsat atau duku, tiwadak atau cempedak, dan jenis buah-buahan yang ada pada bulan-bulan tertentu, jenis buah-buahan ini tersebar di seluruh pelosok Kalimantan Selatan.

3. Perikanan
1.         Perikanan darat
2.         Perikanan disungai besar
3.         Kumpai Paiwakan
Jenis pengusahaan perikanan ini umumnya berada di tepian sungai-sungai besar dengan memanfaatkan media enceng gondok (ilung) dan batang-batang pohon yang disatukan, dengan media ini maka ikan-ikan yang hidup di sungai bersarang pada media tersebut.

1.         Raba
Sama halnya dengan kumpai paiwakan maka media yang digunakan adalah batang pohon dan enceng gondok.Namun, pemeliharaan ikan ini lebih dkhususkan sebagai tempat memancing dan menombak ikan yang hidup didalamnya.
2.         Danau
Daerah Kalimantan Selatan terdapat dua buah danau yaitu danau panggang di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan danau bangkau di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, ada berbagai macam ikan yang dihidup didanau tersebut, penangkapannyapun masih menggunakan alat-alat tradisional yang disesuaikan dengan pola musim.
3.         Sungai paiwakan
Anak-anak sungai ditujukan kedaerah rawa untuk kemudian sebagai tempat perkembangan ikan dengan menggunakan penghalang yang terbuat dari bamboo, pada saat musim penghujan maka penghalang antara anak sungai dengan rawa ini dibuka dimaksudkan agar ikan-ikan ini kemudian tertampung di air rawa.
4.         Sumur paiwakan
Hampir sama dengan sungai paiwakan, tetapi biasanya jauh dari tepi sungai, hingganya terdapat kesulitan untuk mengambil hasil ikan dari sumur paiwakan ini.
5.         Pirungkang
6.         Perikanan laut

4. Peternakan
1.         Peternakan kerbau atau hadangan (dilakukan di daerah dataran rendah dan dataran tinggi)
2.         Peternakan sapi
3.         Peternakan itik
4.         Peternakan ayam rumah
5. Meramu
Kegiatan meramu yang ada di masa sekarang ini yaitu:
1.         Meramu galam
2.         Meramu kapur naga, papung, dan balangiran.
3.         Meramu halayung dan sirang
4.         Meramu rotan
6. Kerajinan tangan
Ada beberapa jenis kerajinan yang berkembang di Kalimantan Selatan antara lain:
1.         Penggosokan intan dan batu-batu alam
2.         Kerajinan dengan media daun-daunan (misalnya daun rumbia)
3.         Kerajinan rotan
4.         Kerajinan jangkang
5.         Pertukangan rumah
6.         Tukang mas
7.         Kerajinan kuningan
8.         Pandai besi
9.         Kerajinan gerabah
10.     Kerajinan pembuatan kain tradisional
11.     Kerajinan pembuatan alat penangkap ikan
12.     Pembuatan anyaman purun
13.     Kerajinan sulam-menyulam dan membordir
14.     Pembuatan kue-kue tradisional
15.     Kerajinan anyaman bambu

7. Kegiatan perdagangan
Kegiatan perdagangan ini berkembang pada masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran sungai, bidangnya sendiripun ada berbagai macam perdagangan yang dijalankan oleh masyarakatnya sesuai dengan tingkat keperluan. Namun, ada ciri khas dalam kegiatan berdagang itu sendiri yakni dikenalnya system penyambangan atau pembalantikan (sebagai pedagang perantara antara produsen utama dengan konsumen tingkat lanjut yang biasanya menunggu ditempat-tempat tertentu untuk membeli secara langsung barang-barang yang akan dijual langsung dari produsen).

·         Sistem bahasa suku banjar
Bahasa banjar adalah bahasa daerah kalimantan selatan yang dipergunakan oleh suku banjar. Bahasa Banjar merupakan anak cabang bahasa yang berkembang dari Bahasa Melayu.Asal bahasa ini berada di provinsi Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar Kandangan, Amuntai, Alabiu, Kalua, Alai, dan lain-lain. Beberapa kata-kata dalam bahasa banjar untuk kata ganti orang berdasarkan tingkatannya:
·         ( halus ) Ulun = Saya ; ( Sam) Piyan/ ( an), dika = Kamu
·         ( netral / sepadan)Aku, diyaku = aku ; Ikam, kawu = kamu
·         ( agak kasar )Unda, sorang =aku ; Nyawa = kamu.
Kalau diperhatikan pembicara-pembicara bahasa Banjar dapat diidentifikasi adanya variasi-variasi dalam pengucapan ataupun perbedaan-perbedaan kosa kata satu kelompok dengan kelompok suku Banjar lainnya, dan perbedaan itu dapat disebut dialek dari bahasa Banjar yang bisa dibedakan antara dua dialek besaryaitu:
·         Bahasa Banjar Hulu Sungai/Bahasa Banjar Hulu
·         Bahasa Banjar Kuala
Dialek Banjar Kuala umumnya dipakai oleh penduduk asli sekitar kota Banjarmasin, Martapura dan Pelaihari. Sedangkan dialek Banjar Hulu adalah bahasa Banjar yang dipakai penduduk daerah Hulu Sungai umumnya yaitu daerah Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara (dan Balangan) , Tabalong, Amuntai, Alabiu, Kalua, Kandangan. Pemakai dialek Banjar Hulu ini jauh lebih luas dan masih menunjukkan beberapa variasi subdialek lagi

·         Sistem keseniaan suku banjar
Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai jenis dan bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni Religius Kesenian yang menjadi milik masyarakat Banjar. Suku Banjar mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya belum maksimal, meliputi berbagai cabang seni. Seni ukir dan arsitektur tradisional Banjar tampak sekali pembauran budaya, demikian pula alat rumah tangga, transportasi, tari, nyanyian, dan sebagainya.
1.  Seni tari
Seni Tari Banjar terbagi menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton), dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari daerah Banjar yang terkenal misalnya:
·         Tari Baksa Kembang, dalam penyambutan tamu agung.
·         Tari Baksa Panah
·         Tari Baksa Dadap
·         Tari Baksa Lilin
·         Tari Baksa Tameng
·         Tari Radap Rahayu
·         Tari Kuda Kepang
·         Tari Japin/Jepen
·         Tari Tirik Kuala
·         Tari Gandut
·         Tari Tirik
·         Tari Babujugan
·         Tari Jepen Lenggang Banua
·         Tari Japin Hadrah
·         Tari Kambang Kipas
·         Tari Balatik
·         Tari Parigal Amban
·         Tari Tameng Cakrawati
·         Tari Alahai Sayang

2.  Seni karawitan
a.    Gamelan banjar
-          Gamelan banjar tipe keratin
-          Gamelan banjar tipe rakyatan
3.  Lagu daerah
Lagu daerah Banjar yang terkenal misalnya :
·         Ampar-Ampar Pisang
·         Sapu Tangan Babuncu Ampat
·         Paris Barantai
·         Timang Banjar
·         Banjarmasin
a.       Seni ayaman
Seni anyaman dengan bahan rotan, bambu dan purun sangat artistik. Anyaman rotan berupa tas dan kopiah.
b.      Seni lukisan kaca
Seni lukisan kaca berkembang pada tahun lima puluhan, hasilnya berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi masjid dan sebagainya. Ragam hiasnya sangat banyak diterapkan pada perabot berupa tumpal, sawstika, geometris, flora dan fauna.
c.       Seni tatah/ukir
Motif ukiran juga diterapkan pada sasanggan yang terbuat dari kuningan.

Motif jambangan bunga dan tali bapilin dalam seni tatah ukir Banjar seni ukir terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah dan masjid, bagian-bagian perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan benda-benda kuningan seperti cerana, abun, pakucuran, lisnar, perapian, cerek, sasanggan, meriam kecil dan sebagainya. Motif ukiran misalnya Pohon Hayat, pilin ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, flora binatang, kaligrafi, motif Arabes dan Turki.
d.      Pencak silat kuntau banjar
Pencak Silat Kuntau Banjar adalah ilmu beladiri yang berkembang di Tanah Banjar dan daerah perantauan suku

Rumah adat Banjar ada beberapa jenis, tetapi yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan Tinggi yang merupakan tempat kediaman pangeran/raja (keraton). Jenis rumah yang ditinggali oleh seseorang menunjukkan status dan kedudukannya dalam masyarakat. Jenis-jenis rumah


Miniatur jukung gundul suku Banjar
Jukung adalah transportasi khas Kalimantan. Ciri khasnya terletak pada teknik pembuatannya yang mempertahankan sistem pembakaran pada rongga batang kayubulat yang akan dibuat menjadi jukung. Jenis Jukung:

1.       Jukung Sudur (rangkaan)
2.       Jukung Sudur Biasa
3.       Jukung Sudur Bakapih
4.       Jukung Sudur Anak Ripang
5.       Jukung Patai
6.       Jukung Biasa
7.       Jukung Hawaian
8.       Jukung Kuin
9.       Jukung Pelanjan
15.   Jukung Undaan
17.   Jukung Gundul


Wayang Banjar terdiri dari :
1.      Wayang kulit Banjar
2.      Wayang gung/wayang Gong yaitu (wayang orang versi suku Banjar)

8.Mamanda
Mamanda merupakan seni teater tradisonal suku Banjar

·           Naga Badudung
·           Kepala Naga Gambar Sawit
·           Kepala Naga Darat



·         Sistem pengetahuan suku banjar
Dalam setiap suku bangsa pasti mempunyai sistem pengetahuan masing-masing begitu juga dengan suku banjar yang ada di Kalimantan Selatan,dimana sistem pengetahuan ini di dapatkan dari warisan turun-temurun nenek moyang suku Banjar itu sendiri maupun belajar dari daerah lain .Sistem pengetahuan ini digunakan untuk menghadapi tantangan kehidupan yang kompleks. Suku Banjar pada umumnya mempunyai pengetahuan tentang:
1.Pengetahuan tentang Alam sekitar/tempat tinggal.
Pengetahuan suku banjar tentang alam sekitar,yaitu pengetahuan mengenai musim-musim,dan gejala alam.Pengetahuan tentang musim ini digunakan masyarakatnya untuk menentukan kapan musim tanam bagi mereka yang bertani,sedangkan bagi yang bermata pencaharian melaut musim digunakn untuk mengetahui kapan musim yang baik untuk pergi melaut.
2.Pengetahuan tentang Fauna dan Flora di daerahnya.
Pengetahuan tentang Flora ini berfungsi untuk mengetahui tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar mereka,tumbuh-tumbuhan apa saja yang dapat dijadikan sayur serta tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan suatu penyakit dan tumbuh tumbuhan yang digunakan untuk upacara keagamaan.
Pengetahuan tentang Fauna merupakan pengetahuan mengenai binatang-binatang yang ada dan hidup di lingkungan alam mereka.Bagi masyarakat yang suka berburu atau bermata pencaharian berburu pengetahuan ini sangat penting karena untuk mengetahui binatang apa saja yang dapat diburu serta mengetahui daerah buruan.Bagi masyarakat petani pengetahuan tentang fauna ini juga sangat penting untuk menjaga tanaman mereka dari binatang yang dapat merusaknya.Tetapi petani juga dapat mengetahui binatang yang dapat dipelihara dan dimanfaatkan untuk menjaga tanaman mereka seperti Anjing yang dapat dilatih untuk untuk menjaga tanaman petani dari gangguan binatang lain seperti Babi dan Anjing juga bisa digunakan untuk berburu.
3.Pengetahuan tentang Pengobatan Tradisional.
Pengetahuan tentang Pengobatan Tradisional,pengobatan tradisional ini ada yang didapat dari keturunan yang di wariskan secara turun-temurun ataupun dari belajar.Dalam pengobatan tradisional ini bahan yang digunakan untuk obat berasal dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar mereka.Tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat ini hampir diketahui oleh semua suku Banjar karena selalu digunakan untuk penyakit yang mereka ketahui,penyebarannya pun lewat mulut ke mulut. Pengobatan Tradisional ini penyembuhannya ada dengan tindakan jasmani dan ada dengan tindakan rohani.Tindakan pengobatan secara jasmani ini yaitu tukang urut atau tukang pijat,Bidan beranak/melahirkan,yang mana pengetahuan ini mereka dapat dari orang tua atau keluarga karena faktor keturunan.
Pengobatan melalui tindakan Rohan.Orang yang mempunyai pengetahuan ini terbagi dua yang pertama mereka yang mempunyai pengetahuan agama yang luas,pengobatan ini menggunakan doa-doa atau ayat-ayat dari Al Quran yang ditiupkan kedalam air dan air itu diminumkan atau diusapkan ke muka si sakit.Kedua mereka yang mempunyai ilmu kebatinan dimana keberadaannya dibenarkankan oleh masyarakat karena terbukti dari penyembuhan penyakit yang mereka lakukan. Dengan pengetahuan tentang pengobatan tradisional ini,masyarakat mempunyai pandangan terhadap jenis penyakit yang ada di sekitar mereka.
4. Sistem pengetahuan tentang waktu
Nama bulan, hari dan penyebutan waktu dalam sehari semalam yang di gunakan masyarakat Banjar,adalah mengadopsi dari bahasa Arab.
5.Sistem ilmu pengetahuan
Ciri khas sistem ilmu pengetahuan banjar, berkembangnya pendidikan tradisional, utamanya pendidikan agama islam yang dikenal sebagai ‘pengajian’. Pelajaran yang di berikan oleh tuan guru dalam pengajian adalah tauhid, fiqih danilmu tasawuf.

Tradisi Pernikahan Adat Banjar
Basasuluh
Bilamana seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang terdekat diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan keterangan tentang calon isteri yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga yang bersangkutan. Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
  1. Tentang agamanya 
  2. Tentang keturunannya 
  3. Tentang kemampuan rumah tangganya 
  4. Tentang kecantikan wajahnya
Dari empat hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon isteri di samping hal di atas, akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal itu sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka kelak.



Badatang (Bapara)
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan beberapa orang ke rumah calon isteri yang disebut dengan istilah “badatang”. Kedatang ini diterima antara kedua keluarga calon suami isteri itu secara traditional biasanya lahirlah dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah ‘Balarangan’ tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu perencanaan ancer-ancer para pihak orang tua masing-masing, ketika kedua anak masih remaja.
Menurut adat seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya dia tidak diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.

Nikah
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul di hadapan seorang penghulu dan saksi-saksi. Acara ini sering kali juga disebut ‘Meantar Jujuran’.

Batimung
Bagi pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau tiga hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Dengan demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan berkeringat lagi.

Mandi-Mandi (Badudus atau Bapapai)
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita melangsungkan acara mandi-mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam- macam bunga. Pada daerah Kuala kadang-kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau ‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga-bunga yang dioerlukan lebih banyak dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi-mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.

Batapung Tawar
Seiring dengan acara mandi-mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita. Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘piduduk’, yaitu seperangkat keperluan pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari sagantang beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk: beras melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambing manis (kehidupan), ayam lambing cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum, lading makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang persediaan dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada bidan kampong yang memimpin acara mandi-mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue,
bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.

Batamat Al-Qur’an
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.

Walimah
Yang dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini trgnatung pada kemampuan keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja. Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
  1. Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan) 
  2. Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda) 
  3. Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan) 
  4. Nang meurus karasmin (mengurus kesenian) 
  5. Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria) 
  6. Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita) 
  7. Nang menerima saruan (penerima tamu)
Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.

Petataian
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang biasanya diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai warti yang terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita yang berlatar belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas piring kuningan besar yang diletakkan di atas bokor sesanggan kuningan.

Batataian
Merupakan puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling bahagia oleh kedua pengantin ataupun keluarga mereka.
a. Pengantin wanita
Pengantin wanita dengan tat arias pengantin bak amar gelung pancar matahari, baju lenagn pendek yang berendas epanjang pinggirannya, dikenal dengan nama baju poko. Dipangkal kedua tangannya terpasang kilat bahu dan gelang tangan jenis gelang tabu-tabu dilengkapi dengan menggunakan sepasang gelang kaki emas berbentuk akar atau buku manisan.
b. Pengantin Pria
Pakaian pengantin pria mengenakan baju jas buka yang terdiri dari baju bagian dalam warna putih, baju luar jas buka dengan warna yang sesuai dengan warna celana. Tutup kepala disebut laung tutup yang mempunyai cirri khas banjar tersendiri yaitu simpul laung dalam bentuk ‘lam djalalah’, memakai kalung samban dengan bogam melati sebanyak tiga atau lima, membawa kembang palimbaian menuju rumah pengantin wanita.
c. Tahap-tahapan betataian
1. Pengantin pria diantar
2. Betawak nasi lamak
3. Sujud dan makan bersama
4. Usung jinggung dan diarak
Kelambu Pengantin
Begitu pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang untuk melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu.
Kelambu ini selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang utama, yakni ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah bubungan tinggi (rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal atau belum banyak mengenal ranjang. Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam bentuk segi empat yang umumnya mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di atas kelambu di pasang langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman kembang pancar matahari.




Wawancara tentang Adat Pernikahan Suku Banjar :

Chyntia           :  “ Selamat Malam bu, saya chyntia perwakilan dari Fakultas Menejemen Univ. Gunadarma, boleh minta waktunya sebentar? Sebelumnya dengan Ibu siapa ya?

Bu Aproditha  : “ Boleh, Saya dengan ibu Aproditha “

Chyntia           : “ Maaf, Ibu asalnya dari daerah mana ya bu?”
Bu Aproditha : “ Saya berasal dari Banjar Kalimantan Selatan“

Chyntia           : “ Boleh minta tolong jelaskan bagaimana adat pernikahan di suku banjar? “

Bu Aproditha  : “ Oh ya, boleh. Jadi di adat pernikahan suku banjar itu mempunayi beberapa tahan yang harus di lewati. “

Bu Aproditha  : “ Tahap yang pertama itu adalah Basasulluh. Basahulluh itu adalah peristiwa dimana si calon suami ingin mendapatkan keterangan tentang calon istrinya yang ingin di nikahkannya setelah mendapatkan persetujuan dari pihan si calon istri. Nah, biasanya yang ingin diketahui itu Agama dan keturunannya”

Bu Aproditha  : “ Lalu yang kedua itu ada yang namanya tahap Badatang ya, nah di tahap ini adalah dimana saat phak keluarga pria datang dengan beberapa orang datang mengkunjungi rumah calon istrinya. Biasanya akan dilakukan balas-balasan pantun “

Chyntia           : “ Selain dua tahap itu, tahap apalagi yang biasanya dilakukan bu?”
Bu Aproditha : “ Tahap selanjutnya ada Nikah. Nikah itu adalah proses ijab kabul yang biasanya dipmpin oleh seorang penghulu.”

Bu Aproditha  : “ Lalu ada tahap juga yang namanya tahap Batimung. Tahap ini dilakukan biasanya beberapa hari sebelum hari pernikahan calon pengantin pria ataupun calon penganting wanita pada malam harinya itu harus melaksanakan mandi uap atau biasanya pada adat kami di sebut Batimung. Nah ini bertujuan untuk menguras habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkn tubuh pengantin. “

Bu Aproditha : “ dan ada tahap Mandi-mandi atau biasanya disebut Badudus.Pada tahap ini kedua pengantin (jika sudah menikah) harus melakukan mandi dalam kadaan terbuka diatas suatu balai yang terdiri biasanya 3 jenjang yang biasanya disudutnya terpancang tombak yang diberi warna kuning.”

Chyntia           : “ Wah, banyak ya bu tahapnya.”

Bu Aproditha : “ Ya begitulah adat kami, trus belum selasai disana masih ada tahap Batapung Tawar yang dimana tahap ini dilakukan bersamaan dengan upacara badudus.”

Chyntia           : “ Tahap batapung tawar itu bagaimana ya bu ? “

Bu Aproditha  : “ Tahap batapung tawar itu dlakukan untuk penebusan atas berakhirnya masa perawan dari istrinya tersebut.”

Bu Aproditha : “ dan ada juga mbak tahap walimahan itu sama dengan resepsi atau puncak pesta pernikahannya biasanya ini dilakukan dengan mengarak pengantinnya, lalu ada patataian itu sebuah pelaminan yang dibuat secara khusus yang merupakan ciri dari suku kami. “
Chyntia           : “ Wah, banyak juga ya bu tahap-tahapnya. Apakah tahap-tahapnya hanya itu saja bu ? “
Bu Aproditha  : “ Iya mbak, itu saja sih yang saya ingat. “
Chyntia           : “ Baiklah bu, sebelumnya terimakasih banyak atas waktu yang ibu luangkan ke kami “
Bu Aproditha : “ Ya, Sama-sama mbak”

           
Foto Wawancara :
 

Komentar