Kebudayaan
Suku Banjar
Kalimantan Selatan
-
Chyntia (11217358)
-
Aina Ulamardiyah (10217366)
-
Anggie Irsa Apriani (16217466)
-
Imelia Mukti (12217892)
-
Novia Ari .K (14217545)
-
Evelin Melyana (17217185)
Fakultas
Ekonomi
Menejemen
2017
Universitas
Gunadarma
LATAR BELAKANG SUKU BANJAR KALIMANTAN SELATAN
Suku bangsa Banjar berasal dari daerah Banjar yang merupakan pembauran
masyarakat DAS DAS Bahan, DAS Barito, DAS Martapura dan DAS Tabanio. Sungai
Barito bagian hilir merupakan pusatnya suku Banjar. Kemunculan suku Banjar
bukan hanya sebagai konsep etnis tetapi juga konsep politis, sosiologis, dan
agamis.
Menurut Hikayat Banjar, dahulu kala penduduk pribumi Kalimantan Selatan
belum terikat dengan satu kekuatan politik dan masing-masing puak masih
menyebut dirinya berdasarkan asal Daerah Aliran Sungai misalnya orang batang
Alai, orang batang Amandit, orang batang Tabalong, orang batang Balangan, orang
batang Labuan Amas, dan sebagainya. Sebuah entitas politik yang bernama Negara
Dipa terbentuk yang mempersatukan puak-puak yang mendiami semua daerah aliran
sungai tersebut. Negara Dipa kemudian digantikan oleh Negara Daha. Semua
penduduk Kalsel saat itu merupakan warga Kerajaan Negara Daha, sampai ketika
seorang Pangeran dari Negara Daha mendirikan sebuah kerajaan di muara Sungai
Barito yaitu Kesultanan Banjar. Dari sanalah nama Banjar berasal, yaitu dari
nama Kampung Banjar yang terletak di muara Sungai Kuin, di tepi kanan sungai
Barito.
Mitologi suku Dayak Meratus (Suku Bukit) menyatakan bahwa Suku Banjar
(terutama Banjar Pahuluan) dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak
beradik yaitu Si Ayuh/Datung Ayuh/Dayuhan/Sandayuhan yang menurunkan suku Bukit
dan Bambang Siwara/Bambang Basiwara yang menurunkan suku Banjar.
Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau cikal-bakal orang Dayak
Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di kalangan orang Dayak Meratus.
Banyak sekali tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah
keberadaannya diceritakan berasal-usul dari aksi heroik Sandayuhan. Salah satu
di antaranya adalah tebing batu berkepala tujuh, yang konon adalah penjelmaan
dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang berhasil dikalahkannya dalam suatu
kontak fisik yang sangat menentukan.
Suku bangsa Banjar terbentuk dari suku-suku Bukit, Maanyan, Lawangan dan
Ngaju yang dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu yang berkembang sejak zaman
Sriwijaya dan kebudayaan Jawa pada zaman Majapahit, dipersatukan oleh kerajaan
yang beragama Buddha, Hindu dan terakhir Islam, dari kerajaan Banjar, sehingga
menumbuhkan suku bangsa Banjar yang berbahasa Banjar. Suku bangsa Banjar
terbagi menjadi tiga subsuku, yaitu :
1. (Banjar) Pahuluan
Banjar Pahuluan pada asasnya adalah penduduk daerah lembah-lembah sungai
(cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus.
2. (Banjar) Batang Banyu
Banjar Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara
3. Banjar (Kuala)
Sedangkan orang Banjar Kuala mendiami sekitar Banjarmasin dan Martapura.
Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang terbagi ke
dalam dua dialek besar yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Nama Banjar
diperoleh karena mereka dahulu (sebelum kesultanan Banjar dihapuskan pada tahun
1860) adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, sesuai dengan
nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukota dipindahkan ke arah
pedalaman (terakhir di Martapura), nama tersebut nampaknya sudah baku atau
tidak berubah lagi.
Banjar Pahuluan
Sangat mungkin sekali pemeluk Islam sudah ada sebelumnya di sekitar keraton
yang dibangun di Banjarmasin, tetapi pengislaman secara massal diduga terjadi
setelah raja Pangeran Samudera yang kemudian dilantik menjadi Sultan
Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan raja-raja.
Perilaku raja ini diikuti elit ibukota, masing-masing tentu menjumpai penduduk
pedalaman, yaitu Orang Bukit, yang dahulu diperkirakan mendiami lembah-lembah
sungai yang sama.
Untuk kepentingan keamanan, atau karena memang ada ikatan kekerabatan,
cikal bakal suku Banjar membentuk komplek pemukiman tersendiri. Komplek
pemukiman cikal bakal suku Banjar (Pahuluan) yang pertama ini merupakan komplek
pemukimanbubuhan, yang pada mulanya terdiri dari seorang tokoh yang berwibawa
sebagai kepalanya, dan warga kerabatnya, dan mungkin ditambah dengan keluarga-keluarga
lain yang bergabung dengannya. Model yang sama atau hampir sama juga terdapat
pada masyarakat balai di kalangan masyarakat orang Bukit, yang pada asasnya
masih berlaku sampai sekarang. Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di
Pegunungan Meratus ini nampaknya wilayah pemukiman pertama masyarakat Banjar,
dan di daerah inilah konsentrasi penduduk yang banyak sejak zaman kuno, dan
daerah inilah yang dinamakan Pahuluan. Apa yang dikemukakan di atas
menggambarkan terbentuknya masyarakat (Banjar) Pahuluan, yang tentu saja dengan
kemungkinan adanya unsur orang Bukit ikut membentuknya.
Banjar Batang Banyu
Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbentuk diduga erat sekali berkaitan
dengan terbentuknya pusat kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah Banjar, yang
barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu
sungai Tabalong. Sebagai warga yang berdiam di ibukota tentu merupakan
kebanggaan tersendiri, sehingga menjadi kelompok penduduk yang terpisah. Daerah
tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat tinggal tradisional dari Orang
Maanyan (dan Orang Lawangan), sehingga diduga banyak yang ikut serta membentuk
subsuku Banjar Batang Banyu, di samping tentu saja orang-orang asalPahuluan
yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar. Bila di Pahuluan
umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka banyak di antara penduduk Batang
Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.
Banjar Kuala
Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan
Banjarmasin), sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan
yang baru ini dan bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang sudah ada
sebelumnya, membentuk subsuku Banjar. Di kawasan ini mereka berjumpa dengan
orang Ngaju, yang seperti halnya dengan masyarakat Bukit dan masyarakat Maanyan
serta Lawangan, banyak di antara mereka yang akhirnya melebur ke dalam
masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam. Mereka yang bertempat
tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau
menamakan dirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang
Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota kuno yang
terkemuka dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa
kecuali mengaku sebagai orang Banjar.
Unsur –
Unsur Kebudayaan Suku Banjar
·
Sistem
religi/ kepercayaan suku banjar
Suku Banjar merupakan penduduk asli
sebagian wilayah propinsi Kalimantan Selatan.Mayoritas masyarakatnya menganut
agama Islam.Pengkategorian atas berbagai sistem kepercayaan yang ada ini dalam
masyarakat Banjar sebagian berdasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang
menganutnya.Dalam ungkapan lain, istilah Islam Banjar setara dengan
istilah-istilah berikut: Islam di Tanah Banjar, Islam menurut pemahaman dan
pengalaman masyarakat Banjar, Islam yang berperan dalam masyarakat dan budaya
Banjar, atau istilah-istilah lain yang sejenis, tentunya dengan
penekanan-penekanan tertentu yang bervariasi antara istilah yang satu dengan
lainnya.
Kepercayaan yang berasal dari ajaran
Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar,
sistem ritual dan sistem upacara yang diajarkan Islam bukanlah satu-satunya
sistem upacara yang dilakukan.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar
menurut beberapa Sejarawan Banjar telah dibedakan menjadi tiga kategori.Yang
pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini
tergambar dari rukun iman yang ke enam.Kedua, kepercayaan yang berkaitan dengan
struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu pada masa sultan-sultan dan
sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga
luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam lingkungan,
bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan
melakukan upacara tahunan, yang biasa dinamakan sebagai aruh tahunan.Ketiga,
kepercayaan yang berhubungan dengan beragam tafsiran dari masyarakat atas alam
lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori
kedua.kepercayaan.Untuk kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan
Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan
lingkungan.
·
Sistem kekerabatan suku banjar
Sistem kekerabatan suku Banjar pada
umumnya adalah sama, untuk daerah seluruh Kalimantan Selatan. Suku Banjar
mendasarkan kekerabatan mereka menurut garis dari keturunan ayah dan garis
keturunan ibu atau bilateral.Tetapi di akui bahwa dalam hal-hal tertentu
terutama yang menyangkut masalah kematian, perkawinan yang menjadi wali asbah
adalah garis dari pihak ayah. Dalam hal masalah keluarga besar dan pengertian
keluarga besar, maka berlaku garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu,
keduanya diberlakukan sama.
Masyarakat suku Banjar mengenal
istilah Bubuhan, yang dimaksud dengan istilah bubuhan dalam masyarakat
Banjar adalah kelompok kekerabatan yang merupakan kumpulan dari keluarga batih
yang merupakan satu kesatuan. Bubuhan ini yang menurut pengertian Sosiologi
adalah keluarga besar, yaitu yang terdiri dari dua keluarga batih atau lebih
yang masih mempunyai hubungan keturunan satu sama lain, baik menurut garis
keturunan ayah atau ibu. Keluarga bubuhan, yang disebut keluarga besar, tetapi
disebut pula keluarga luas.Dari perkawinan terbentuklah suatu kelompok
kekerabatan yang sering disebut keluarga inti atau keluarga batih.Satu keluarga
batih terdiri dari satu suami dan satu istri (atau lebih).Selama satu tahun
tersebut, keluarga batih baru ini diberi kesempatan untuk mengerjakan sawah
atau ladang sendiri dan orang tua istri, mereka selalu membantu kehidupan
keluarga baru ini.Tetapi kalau keluarga baru ini belum mempunyai kemampuan
hidup berpisah dari rumah keluarga istrinya, kecendrungan menetap dalam
keluarga istri ini disebut matrilokal atau uksorilokal.Kalau ikut di keluarga
pihak suami disebut patrilokal.Kalau mereka telah mempunyai kemampuan untuk
hidup sendiri dan berpisah dari orang tua (dari istri atau suami) disebut
neolokal.sistem kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah
tertentu sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di atas berpusat dari ULUN
sebagai penyebutnya.
Bagi ULUN juga terdapat panggilan
untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak, saudara kedua
disebut Gulu, saudara berikutnya disebut Tuha, saudara tengah dari ayah dan ibu
disebut Angah, dan yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman) dan Makacil
(bibi), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk memanggil saudara dari kai dan
nini sama saja, begitu pula untuk saudara datu.
Untuk memanggil orang yang seumur
boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri
sendiri.Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan
kata pian atau andika, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.
·
Sistem pencahariaan suku banjar
Orang Banjar dikenal dengan julukan masyarakat
air (`the water people') karena adanya pasar terapung, tempat perdagangan hasil
bumi dan kebutuhan hidup sehari-hari di sungai-sungai kota Banjarmasin, ibukota
Propinsi Kalimantan Selatan.
Sebagian besar mereka hidup bertani dan menangkap
ikan. Sekarang banyak pula yang bergerak dalam bidang perdagangan,
transportasi, pertambangan, pembangunan, pendidikan, perbankan, atau menjadi
pegawai negeri. Selain itu, mereka mempunyai keahlian menganyam dan membuat
kerajinan permata yang diwariskan secara turun temurun. Upacara-upacara adat
masih dipertahankan. Kekayaan alam dan kesuburan tanah tempat orang Banjar
ternyata tidak otomatis meningkatkan taraf hidup mereka. Hal ini disebabkan
karena sarana dan prasarana transportasi (kondisi jalan dan angkutan) yang
terbatas menyebabkan produk pertanian dan non pertanian mereka sulit untuk
dipasarkan. Selain itu, kesulitan mendapat modal juga mengurangi ruang gerak
mereka.
Melihat corak ekonominya, maka dapat
dibagi menjadi beberapa sub bidang yaitu:
1. Pertanian
Kehidupan masyarakat Banjar tidak
lepas dengan kehidupan agrarisnya, mengingat kebanyakan penduduk Kal-Sel
menyandarkan pendapatannya dalam bidang ini, walaupun untuk usaha sampinganpun
juga dilakukan apalagi bagi penduduk yang bertempat tinggal didataran rendah,
dataran tinggi, rawa dan dekat sungai. Dalam hal istilah dalam bertani sendiri,
masing-masing mempunyai kata tersendiri untuk menyebutkannya seperti:
a.
Khusus dataran tinggi, ada beberapa kriteria penyebutan seperti: Ladang
Tegalan atau Bahuma Gunung
Biasanya dilakukan oleh masyarakat
yang bermukim didaerah pegunungan seperti pengunungan meratus yang sistemnya
masih menggunakan sistem tebang-bakar atau swidden (berpindah) yang menggunakan
sistem siklus apabila lahan yang telah digunakan nantinya dapat kembali
ditanami apabila telah menjadi belukar. Ini mungkin memerlukan waktu yang
relative lama, tetapi karena telah menjadi kebiasaan maka nantinya tanah
tersebut akan tetap diolah.
b.
Khusus dataran rendah, menyebutnya dengan istilah:
Sawah untuk membedakan antara
pertanian dataran tinggi dan rendah dimana pada pertanian dataran rendah
sendiri berada dialiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan Selatan,
dibedakan menjadi:
1.
Sawah Tahun
Umur padinya sampai berumur 1 tahun, biasanya
dilakukan oleh masyarakat yang tersebar didaerah khusunya seluruh Kal-Sel.
2.
Bahuma
Surung
Menanam bibit padi dilakukan pada saat musim kemarau
tiba, dengan panennya saat musim hujan. Bahuma surung ini dilakukan Urang
Banjar hanya sebagai penyeling Sawah Tahun, hingganya lahan tidak terlantar dan
tidak akan menjadi lahan tidur.
3.
Bahuma
Rintak
Kebalikan dari bahuma surung maka pelaksanaannya dapat
dilakukan pada saat musim penghujan, sedangkan panennya dilakukan pada saat
kemarau.
4.
Bahuma
Gadabung
Sama seperti pada sawah tahun, hanya saja dalam hal
perbedaan penanaman bibitnya menyesuaikan dengan keadaan musim.Bahuma Gadabung
sudah tidak dilakukan lagi mengingat musim yangb tidak menentu.
5.
Bahuma
Penyambung
Mengingat kemungkinan musim hujan yang lama maka
dilakukanlah bahuma penyambung ini agar tidak terjadi kegagalan panen pada saat
musim yang tidak menentu.
2. Berkebun
Berkebun merupakan kegiatan
masyarakat yang dilakukan di dataran rendah dan di dataran tinggi sesuai dengan
geografis wilayahnya, usaha berkebun ini sebagai usaha jangka panjang yang
dilakukan. Adapun berkebun yang dilakukan urang banjar diklasifikasikan
menjadi:
1.
Kebun rumbia
Jenis perkebunan ini ditanam di dataran rendah yang
dialiri sungai –sungai besar seperti sungai Bahan, Negara, dan sungai tapin.
Hasil dari perkebunan ini adalah sagu, daunnya untuk atap, dan pelepahnya untuk
membuat lampit, hati atau paya digunakan untuk makan ternak yaitu untuk pangan
itik.Begitu bermanfaatnya rumbia sebagai usaha bidang perkebunan maka usaha ini
masih banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Tapin.
2.
Kebun nyiur
Merupakan perkebunan kelapa yang berada didataran
rendah yang biasanya ditanam diatas tanggul atau galangan dan parit-parit
berupa jalur-jalur untuk membawa buah yang dipetik dengan cara menghayutkan
buah kelapa tersebut di parit-parit.
3.
Kebun pisang
Pengusahaan Pohon pisang juga dilakukan didataran
rendah, yang ditanam digalangan sawah.
4.
Kebun paring
atau bamboo
Kebun paring banyak terdapat didaerah-daerah dataran
tinggi yang kadang terlihat seperti hutan bamboo, karena jarak yang berdekatan.
Bisanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kerajianan alat penangkapan
ikan, dan anyaman bambu.
5.
Kebun hanau
atau enau
Jenis pekebunan ini ditanam didaerah pegunungan dengan
hawa sejuk, proses pengambilan sarinya disebut menyadap seperti pada karet.
Hanau atau enau ini merupakan salah satu bahan baku untuk membuat gula merah
atau gula habang.Dalam proses penyadapan, orangnya harus naik keatas pohon
untuk mengambil sari atau nira dan diletakkan didalam bumbung atau sejenis
batang pohon bambu yang besar untuk menyimpannya, setelah beberapa jam (saat
nira telah habis menetes yang terkandung) maka bumbung yang telah berisi cairan
enau tadi diambil dan disaring untuk memisahkan sari dari kotoran-kotoran yang
ada didalamnya, maka proses selanjutnya adalah perebusan sari sampai cairan
tersebut mengental, untuk menghasilkan warana gula merah yang bagus
(kekuning-kuningan) maka oleh sebagian orang diberi parutan kemiri secukupnya.
Maka proses terakhir adalah penuangan sari kedalan cetakan khusus.
6.
Kebun karet
Hampir diseluruh pelosok Kalimantan-Selatan terdapat
perkebunan karet, mengingat pengusahaan bidang ini dirasa sangat menguntungkan
bagi orang yang mengusahakannya, khususnya adalah di daerah dataran tinggi
seperti: Kabupaten Tanjung, Tabalong,HSU, HST, HSS dan Tapin yang mengusahakan
lahannya untuk perkebunan karet. Secara umum penjualan hasil karet ini terdapat
di daerah Tanjung.
7.
Kebun lurus
Diusahakan didataran tinggi, dan dimanfaatkan untuk
usaha perkayuan, sebagai bahan baku meubel.
8.
Kebun
buah-buahan bermusim
Untuk kebun buah-buahan bermusim seperti: rambutan,
langsat atau duku, tiwadak atau cempedak, dan jenis buah-buahan yang ada pada
bulan-bulan tertentu, jenis buah-buahan ini tersebar di seluruh pelosok
Kalimantan Selatan.
3. Perikanan
1.
Perikanan
darat
2.
Perikanan
disungai besar
3.
Kumpai
Paiwakan
Jenis pengusahaan perikanan ini
umumnya berada di tepian sungai-sungai besar dengan memanfaatkan media enceng
gondok (ilung) dan batang-batang pohon yang disatukan, dengan media ini maka
ikan-ikan yang hidup di sungai bersarang pada media tersebut.
1.
Raba
Sama halnya dengan kumpai paiwakan maka media yang
digunakan adalah batang pohon dan enceng gondok.Namun, pemeliharaan ikan ini
lebih dkhususkan sebagai tempat memancing dan menombak ikan yang hidup
didalamnya.
2.
Danau
Daerah Kalimantan Selatan terdapat dua buah danau
yaitu danau panggang di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan danau bangkau di
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, ada berbagai macam ikan yang dihidup didanau
tersebut, penangkapannyapun masih menggunakan alat-alat tradisional yang
disesuaikan dengan pola musim.
3.
Sungai
paiwakan
Anak-anak sungai ditujukan kedaerah rawa untuk
kemudian sebagai tempat perkembangan ikan dengan menggunakan penghalang yang
terbuat dari bamboo, pada saat musim penghujan maka penghalang antara anak
sungai dengan rawa ini dibuka dimaksudkan agar ikan-ikan ini kemudian
tertampung di air rawa.
4.
Sumur
paiwakan
Hampir sama dengan sungai paiwakan, tetapi biasanya
jauh dari tepi sungai, hingganya terdapat kesulitan untuk mengambil hasil ikan
dari sumur paiwakan ini.
5.
Pirungkang
6.
Perikanan
laut
4. Peternakan
1.
Peternakan
kerbau atau hadangan (dilakukan di daerah dataran rendah dan dataran tinggi)
2.
Peternakan
sapi
3.
Peternakan
itik
4.
Peternakan
ayam rumah
5. Meramu
Kegiatan meramu yang ada di masa
sekarang ini yaitu:
1.
Meramu galam
2.
Meramu kapur
naga, papung, dan balangiran.
3.
Meramu
halayung dan sirang
4.
Meramu rotan
6. Kerajinan tangan
Ada beberapa jenis kerajinan yang
berkembang di Kalimantan Selatan antara lain:
1.
Penggosokan
intan dan batu-batu alam
2.
Kerajinan
dengan media daun-daunan (misalnya daun rumbia)
3.
Kerajinan
rotan
4.
Kerajinan
jangkang
5.
Pertukangan
rumah
6.
Tukang mas
7.
Kerajinan
kuningan
8.
Pandai besi
9.
Kerajinan
gerabah
10.
Kerajinan
pembuatan kain tradisional
11.
Kerajinan
pembuatan alat penangkap ikan
12.
Pembuatan
anyaman purun
13.
Kerajinan
sulam-menyulam dan membordir
14.
Pembuatan
kue-kue tradisional
15.
Kerajinan
anyaman bambu
7. Kegiatan
perdagangan
Kegiatan perdagangan ini berkembang
pada masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran sungai, bidangnya sendiripun
ada berbagai macam perdagangan yang dijalankan oleh masyarakatnya sesuai dengan
tingkat keperluan. Namun, ada ciri khas dalam kegiatan berdagang itu sendiri
yakni dikenalnya system penyambangan atau pembalantikan (sebagai pedagang
perantara antara produsen utama dengan konsumen tingkat lanjut yang biasanya
menunggu ditempat-tempat tertentu untuk membeli secara langsung barang-barang
yang akan dijual langsung dari produsen).
·
Sistem bahasa suku banjar
Bahasa banjar adalah bahasa daerah
kalimantan selatan yang dipergunakan oleh suku banjar. Bahasa Banjar merupakan
anak cabang bahasa yang berkembang dari Bahasa Melayu.Asal bahasa
ini berada di provinsi Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar Kandangan, Amuntai, Alabiu, Kalua, Alai, dan lain-lain. Beberapa kata-kata dalam bahasa
banjar untuk kata ganti orang berdasarkan tingkatannya:
·
( halus ) Ulun = Saya ; ( Sam)
Piyan/ ( an), dika = Kamu
·
( netral / sepadan)Aku, diyaku = aku
; Ikam, kawu = kamu
·
( agak kasar )Unda, sorang =aku ;
Nyawa = kamu.
Kalau diperhatikan
pembicara-pembicara bahasa Banjar dapat diidentifikasi adanya variasi-variasi
dalam pengucapan ataupun perbedaan-perbedaan kosa kata satu kelompok dengan
kelompok suku Banjar lainnya, dan perbedaan itu dapat disebut dialek dari
bahasa Banjar yang bisa dibedakan antara dua dialek besaryaitu:
·
Bahasa Banjar Hulu Sungai/Bahasa
Banjar Hulu
·
Bahasa Banjar Kuala
Dialek Banjar Kuala umumnya dipakai
oleh penduduk asli sekitar kota Banjarmasin, Martapura dan Pelaihari. Sedangkan
dialek Banjar Hulu adalah bahasa Banjar yang dipakai penduduk daerah Hulu Sungai umumnya
yaitu daerah Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara (dan Balangan) , Tabalong, Amuntai, Alabiu, Kalua, Kandangan. Pemakai
dialek Banjar Hulu ini jauh lebih luas dan masih menunjukkan beberapa variasi
subdialek lagi
·
Sistem keseniaan suku banjar
Masyarakat Banjar telah mengenal
berbagai jenis dan bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni
Religius Kesenian yang menjadi milik masyarakat Banjar. Suku Banjar
mengembangkan seni dan budaya yang cukup lengkap, walaupun pengembangannya
belum maksimal, meliputi berbagai cabang seni. Seni ukir dan arsitektur
tradisional Banjar tampak sekali pembauran budaya, demikian pula alat rumah
tangga, transportasi, tari, nyanyian, dan sebagainya.
1. Seni tari
Seni Tari Banjar terbagi
menjadi dua, yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton),
dan seni tari yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari daerah Banjar yang terkenal
misalnya:
·
Tari Baksa Kembang, dalam
penyambutan tamu agung.
·
Tari Baksa Panah
·
Tari Baksa Dadap
·
Tari Baksa Lilin
·
Tari Baksa Tameng
·
Tari Radap Rahayu
·
Tari Kuda Kepang
·
Tari Japin/Jepen
·
Tari Tirik Kuala
·
Tari Gandut
·
Tari Tirik
·
Tari Babujugan
·
Tari Jepen Lenggang Banua
·
Tari Japin Hadrah
·
Tari Tameng Cakrawati
·
Tari Alahai Sayang
2. Seni
karawitan
a.
Gamelan
banjar
-
Gamelan
banjar tipe keratin
-
Gamelan
banjar tipe rakyatan
3. Lagu daerah
Lagu daerah Banjar yang terkenal
misalnya :
a.
Seni ayaman
Seni anyaman dengan bahan rotan, bambu dan purun
sangat artistik. Anyaman rotan berupa tas dan kopiah.
b.
Seni lukisan
kaca
Seni lukisan kaca berkembang pada tahun lima puluhan,
hasilnya berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi
masjid dan sebagainya. Ragam hiasnya sangat banyak diterapkan pada perabot
berupa tumpal, sawstika, geometris, flora dan fauna.
c.
Seni
tatah/ukir
Motif jambangan bunga dan tali bapilin dalam seni
tatah ukir Banjar seni ukir terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku
(utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan
pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian rumah dan masjid, bagian-bagian
perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan benda-benda
kuningan seperti cerana, abun, pakucuran, lisnar, perapian, cerek, sasanggan, meriam
kecil dan sebagainya. Motif ukiran misalnya Pohon Hayat, pilin
ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, flora binatang, kaligrafi,
motif Arabes dan Turki.
d.
Pencak silat
kuntau banjar
Pencak Silat Kuntau Banjar adalah ilmu beladiri yang
berkembang di Tanah Banjar dan daerah
perantauan suku
Rumah adat Banjar ada beberapa
jenis, tetapi yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan Tinggi yang
merupakan tempat kediaman pangeran/raja (keraton). Jenis rumah yang ditinggali
oleh seseorang menunjukkan status dan kedudukannya dalam masyarakat. Jenis-jenis
rumah
Miniatur jukung gundul suku Banjar
Jukung adalah transportasi khas Kalimantan. Ciri
khasnya terletak pada teknik pembuatannya yang mempertahankan sistem pembakaran
pada rongga batang kayubulat yang akan dibuat menjadi jukung. Jenis Jukung:
5.
Jukung Patai
6.
Jukung Biasa
8.
Jukung Kuin
11.
Jukung Pemadang
12.
Jukung Batambit
13.
Jukung Tambangan
15.
Jukung Undaan
16.
Jukung Parahan
17.
Jukung Gundul
Wayang Banjar
terdiri dari :
·
Sistem pengetahuan suku banjar
Dalam setiap suku bangsa pasti
mempunyai sistem pengetahuan masing-masing begitu juga dengan suku banjar yang
ada di Kalimantan Selatan,dimana sistem pengetahuan ini di dapatkan dari
warisan turun-temurun nenek moyang suku Banjar itu sendiri maupun belajar dari
daerah lain .Sistem pengetahuan ini digunakan untuk menghadapi tantangan
kehidupan yang kompleks. Suku Banjar pada umumnya mempunyai pengetahuan
tentang:
1.Pengetahuan tentang Alam sekitar/tempat tinggal.
Pengetahuan
suku banjar tentang alam sekitar,yaitu pengetahuan mengenai musim-musim,dan
gejala alam.Pengetahuan tentang musim ini digunakan masyarakatnya untuk menentukan
kapan musim tanam bagi mereka yang bertani,sedangkan bagi yang bermata
pencaharian melaut musim digunakn untuk mengetahui kapan musim yang baik untuk
pergi melaut.
2.Pengetahuan tentang Fauna dan Flora di daerahnya.
Pengetahuan
tentang Flora ini berfungsi untuk mengetahui tumbuh-tumbuhan yang ada di
sekitar mereka,tumbuh-tumbuhan apa saja yang dapat dijadikan sayur serta
tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan suatu penyakit dan tumbuh
tumbuhan yang digunakan untuk upacara keagamaan.
Pengetahuan
tentang Fauna merupakan pengetahuan mengenai binatang-binatang yang ada dan
hidup di lingkungan alam mereka.Bagi masyarakat yang suka berburu atau bermata
pencaharian berburu pengetahuan ini sangat penting karena untuk mengetahui
binatang apa saja yang dapat diburu serta mengetahui daerah buruan.Bagi
masyarakat petani pengetahuan tentang fauna ini juga sangat penting untuk
menjaga tanaman mereka dari binatang yang dapat merusaknya.Tetapi petani juga
dapat mengetahui binatang yang dapat dipelihara dan dimanfaatkan untuk menjaga
tanaman mereka seperti Anjing yang dapat dilatih untuk untuk menjaga tanaman
petani dari gangguan binatang lain seperti Babi dan Anjing juga bisa digunakan
untuk berburu.
3.Pengetahuan tentang Pengobatan Tradisional.
Pengetahuan
tentang Pengobatan Tradisional,pengobatan tradisional ini ada yang didapat dari
keturunan yang di wariskan secara turun-temurun ataupun dari belajar.Dalam
pengobatan tradisional ini bahan yang digunakan untuk obat berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar mereka.Tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat
ini hampir diketahui oleh semua suku Banjar karena selalu digunakan untuk
penyakit yang mereka ketahui,penyebarannya pun lewat mulut ke mulut. Pengobatan
Tradisional ini penyembuhannya ada dengan tindakan jasmani dan ada dengan
tindakan rohani.Tindakan pengobatan secara jasmani ini yaitu tukang urut atau
tukang pijat,Bidan beranak/melahirkan,yang mana pengetahuan ini mereka dapat
dari orang tua atau keluarga karena faktor keturunan.
Pengobatan
melalui tindakan Rohan.Orang yang mempunyai pengetahuan ini terbagi dua yang
pertama mereka yang mempunyai pengetahuan agama yang luas,pengobatan ini
menggunakan doa-doa atau ayat-ayat dari Al Quran yang ditiupkan kedalam air dan
air itu diminumkan atau diusapkan ke muka si sakit.Kedua mereka yang mempunyai
ilmu kebatinan dimana keberadaannya dibenarkankan oleh masyarakat karena
terbukti dari penyembuhan penyakit yang mereka lakukan. Dengan pengetahuan
tentang pengobatan tradisional ini,masyarakat mempunyai pandangan terhadap
jenis penyakit yang ada di sekitar mereka.
4. Sistem pengetahuan tentang waktu
Nama bulan,
hari dan penyebutan waktu dalam sehari semalam yang di gunakan masyarakat
Banjar,adalah mengadopsi dari bahasa Arab.
5.Sistem ilmu pengetahuan
Ciri khas
sistem ilmu pengetahuan banjar, berkembangnya pendidikan tradisional, utamanya
pendidikan agama islam yang dikenal sebagai ‘pengajian’. Pelajaran yang di
berikan oleh tuan guru dalam pengajian adalah tauhid, fiqih danilmu tasawuf.
Tradisi
Pernikahan Adat Banjar
Basasuluh
Bilamana seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya
yang terdekat diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin
mendapatkan keterangan tentang calon isteri yang diinginkan setelah mendapatkan
persetujuan dari pihak keluarga yang bersangkutan. Beberapa hal yang ingin
diketahui diantaranya:
- Tentang agamanya
- Tentang keturunannya
- Tentang kemampuan rumah tangganya
- Tentang kecantikan wajahnya
Dari empat hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu
adalah pada dua hal yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga
calon isteri di samping hal di atas, akan diperhatikan pula apakah lapangan
pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal itu sangat penting karena akan turut
menentukan nilai rumah tangga mereka kelak.
Badatang (Bapara)
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang
dengan beberapa orang ke rumah calon isteri yang disebut dengan istilah
“badatang”. Kedatang ini diterima antara kedua keluarga calon suami isteri itu
secara traditional biasanya lahirlah dialog yang mempunyai versi prosa liris
bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni berbalas pantun
antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah
‘Balarangan’ tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah
suatu perencanaan ancer-ancer para pihak orang tua masing-masing, ketika kedua
anak masih remaja.
Menurut adat seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya
dia tidak diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya,
yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
Nikah
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan
ijab kabul di hadapan seorang penghulu dan saksi-saksi. Acara ini sering kali
juga disebut ‘Meantar Jujuran’.
Batimung
Bagi pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua
atau tiga hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap
yang dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan
menguras habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin
tersebut. Dengan demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak
akan berkeringat lagi.
Mandi-Mandi (Badudus atau Bapapai)
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita
melangsungkan acara mandi-mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam- macam
bunga. Pada daerah Kuala kadang-kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau
‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga-bunga yang dioerlukan lebih banyak
dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi-mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah
berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua
lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai
pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur
yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya.
Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan)
berinti gula merah dan pisang mauli.
Batapung Tawar
Seiring dengan acara mandi-mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara
‘batapung tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan
bagi seorang wanita. Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘piduduk’, yaitu
seperangkat keperluan pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning)
yang terdiri dari sagantang beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina
hitam, telur ayam tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum
dengan benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk:
beras melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah
lambing manis (kehidupan), ayam lambing cangkal becari, telur ayam lambang
sum-sum, lading makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang
lambang persediaan dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri,
sesuap sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur
lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini
diberikan kepada bidan kampong yang memimpin acara mandi-mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi
dengan kue,
bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan
ber-inti.
Batamat Al-Qur’an
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara
persandingan biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab
suci Al-Qur’an sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha)
sampai dengan surah ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah
Al-Baqarah, ditutup dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru
mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai
pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di
sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita
konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat
menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.
Walimah
Yang dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian
acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini trgnatung pada
kemampuan keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak
aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan
melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun
secara lisan saja. Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
- Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
- Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)
- Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
- Nang meurus karasmin (mengurus kesenian)
- Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
- Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
- Nang menerima saruan (penerima tamu)
Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat
kegotong-royongan merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para
tetangga, tanpa diminta akan memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk
kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.
Petataian
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar
yang biasanya diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah)
atau yang lazim disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang
disebut balai warti yang terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin
pria dan wanita yang berlatar belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri
kanannya agak kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau kuning
bersulam benang emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan
terdapat pucuk tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen
yang serasi dengan tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas
piring kuningan besar yang diletakkan di atas bokor sesanggan kuningan.
Batataian
Merupakan puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada
upacara betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap
paling bahagia oleh kedua pengantin ataupun keluarga mereka.
a. Pengantin wanita
Pengantin wanita dengan tat arias pengantin bak amar gelung pancar
matahari, baju lenagn pendek yang berendas epanjang pinggirannya, dikenal
dengan nama baju poko. Dipangkal kedua tangannya terpasang kilat bahu dan
gelang tangan jenis gelang tabu-tabu dilengkapi dengan menggunakan sepasang
gelang kaki emas berbentuk akar atau buku manisan.
b. Pengantin Pria
Pakaian pengantin pria mengenakan baju jas buka yang terdiri dari baju
bagian dalam warna putih, baju luar jas buka dengan warna yang sesuai dengan
warna celana. Tutup kepala disebut laung tutup yang mempunyai cirri khas banjar
tersendiri yaitu simpul laung dalam bentuk ‘lam djalalah’, memakai kalung
samban dengan bogam melati sebanyak tiga atau lima, membawa kembang palimbaian
menuju rumah pengantin wanita.
c. Tahap-tahapan betataian
1. Pengantin pria diantar
2. Betawak nasi lamak
3. Sujud dan makan bersama
4. Usung jinggung dan diarak
2. Betawak nasi lamak
3. Sujud dan makan bersama
4. Usung jinggung dan diarak
Kelambu Pengantin
Begitu pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi
orang untuk melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang
berminantu itu.
Kelambu ini selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah
yang utama, yakni ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau
rumah bubungan tinggi (rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal
atau belum banyak mengenal ranjang. Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam
bentuk segi empat yang umumnya mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di
atas kelambu di pasang langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman
kembang pancar matahari.
Wawancara tentang Adat Pernikahan Suku Banjar :
Chyntia :
“ Selamat Malam bu, saya chyntia perwakilan dari Fakultas Menejemen
Univ. Gunadarma, boleh minta waktunya sebentar? Sebelumnya dengan Ibu siapa ya?
Bu Aproditha : “ Boleh, Saya dengan
ibu Aproditha “
Chyntia : “ Maaf, Ibu
asalnya dari daerah mana ya bu?”
Bu Aproditha : “ Saya berasal dari
Banjar Kalimantan Selatan“
Chyntia : “ Boleh minta
tolong jelaskan bagaimana adat pernikahan di suku banjar? “
Bu Aproditha : “ Oh ya, boleh. Jadi di adat pernikahan suku
banjar itu mempunayi beberapa tahan yang harus di lewati. “
Bu Aproditha : “ Tahap yang pertama itu adalah Basasulluh.
Basahulluh itu adalah peristiwa dimana si calon suami ingin mendapatkan keterangan
tentang calon istrinya yang ingin di nikahkannya setelah mendapatkan
persetujuan dari pihan si calon istri. Nah, biasanya yang ingin diketahui itu
Agama dan keturunannya”
Bu Aproditha : “ Lalu yang kedua itu ada yang namanya tahap
Badatang ya, nah di tahap ini adalah dimana saat phak keluarga pria datang
dengan beberapa orang datang mengkunjungi rumah calon istrinya. Biasanya akan
dilakukan balas-balasan pantun “
Chyntia : “ Selain dua tahap
itu, tahap apalagi yang biasanya dilakukan bu?”
Bu Aproditha
: “ Tahap selanjutnya ada Nikah. Nikah
itu adalah proses ijab kabul yang biasanya dipmpin oleh seorang penghulu.”
Bu Aproditha : “ Lalu ada tahap juga yang namanya tahap Batimung. Tahap ini dilakukan biasanya beberapa
hari sebelum hari pernikahan calon pengantin pria ataupun calon penganting
wanita pada malam harinya itu harus melaksanakan mandi uap atau biasanya pada
adat kami di sebut Batimung. Nah ini bertujuan untuk menguras habis keringat
tubuh, menyehatkan dan mengharumkn tubuh pengantin. “
Bu Aproditha
: “ dan ada tahap Mandi-mandi atau
biasanya disebut Badudus.Pada tahap ini kedua pengantin (jika sudah menikah)
harus melakukan mandi dalam kadaan terbuka diatas suatu balai yang terdiri
biasanya 3 jenjang yang biasanya disudutnya terpancang tombak yang diberi warna
kuning.”
Chyntia : “ Wah, banyak ya
bu tahapnya.”
Bu Aproditha
: “ Ya begitulah adat kami, trus belum
selasai disana masih ada tahap Batapung Tawar yang dimana tahap ini dilakukan
bersamaan dengan upacara badudus.”
Chyntia : “ Tahap batapung
tawar itu bagaimana ya bu ? “
Bu Aproditha : “ Tahap batapung tawar itu dlakukan untuk
penebusan atas berakhirnya masa perawan dari istrinya tersebut.”
Bu Aproditha : “ dan ada juga mbak tahap walimahan itu sama dengan resepsi
atau puncak pesta pernikahannya biasanya ini dilakukan dengan mengarak
pengantinnya, lalu ada patataian itu sebuah pelaminan yang dibuat secara khusus
yang merupakan ciri dari suku kami. “
Chyntia : “ Wah, banyak juga ya bu
tahap-tahapnya. Apakah tahap-tahapnya hanya itu saja bu ? “
Bu Aproditha : “ Iya mbak, itu saja
sih yang saya ingat. “
Chyntia : “ Baiklah bu, sebelumnya terimakasih
banyak atas waktu yang ibu luangkan ke kami “
Bu Aproditha : “ Ya, Sama-sama mbak”
Foto
Wawancara :
Komentar
Posting Komentar